Mengapa yg dirayakan hari kelahiran Nabi, bukan wafatnya?

Uforia perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. masih terasa hingga saat ini. Dipelosok tanah air masih dijumpai berbagai macam bentuk acara perayaan Maulid, baik oleh kalangan masyarakat atau instansi resmi. Tentu saja, bahkan merayakan Maulid seperti sudah jadi agenda rutin tahunan bagi suatu lembaga/komunitas masyarakat. Namun disisi lain, ditengah hirukpikuk uforia perayaan Maulid Nabi, justru ada yang mempertanyakan mengapa yang diperingati adalah hari lahir Nabi Muhammad Saw. bukan hari meninggalnya Nabi Saw.? Mengapa tidak sama seperti ulama/para wali yang justru hari meninggalnya yang diperingati? Imam Suyuthi dalam kitabnya, al-Hawiy li al-Fataawaa, menjelaskan bahwa kelahiran Nabi Muhammad Saw. merupakan anugerah terbesar bagi umat islam. Sebaliknya, meninggalnya nabi Muhammad Saw. adalah musibah terbesar bagi umat islam. Sedangkan diketahui bersama bahwa syariat islam menganjurkan agar menampakkan rasa syukur atas nikmat dan tidak menampakkan musibah. Senada dengan ini, telah diperintahkan menyembelih hewan dalam rangka menunjukkan rasa bahagia atas kelahiran seorang anak. Berbanding terbalik dengan peristiwa kematian seseorang dimana didalamnya dilarang menampakkan rasa sedih secara berlebihan seperti menjerit. Dengan demikian, tradisi perayaan Maulid yang esensinya sama dengan ritual 'aqiqah adalah tradisi yang baik dan tidak dilarang. Maka di bulan/hari kelahiran Nabi Muhammad Saw. yang notabene sama dengan hari meninggal nya Nabi, dianjurkan untuk menunjukkan rasa gembira bukan malah menunjukkan rasa sedih karena wafatnya Nabi. Hal ini berbeda dengan peringatan haul yg biasanya dilakukan untuk memperingati hari kematian ulama/atau para wali. Kegiatan haul tersebut dilakukan agar umat islam meneladani sepak terjang dan perjuangan ulama semasa hidup mereka. Biasanya dalam acara haul akan dibacakan manaqib atau biografi perjalanan hidup sang ulama. Sehingga acara haul tidaklah dilarang. ______ #mocokitab #مولد_النبي_الشريف